Napas

sorenya sore di rumah,
Ngawi sedang mendung tipis.

petang mengantar kedatanganmu ke rumahku.
aku baru selesai membersihkan diri, wajahku masih basah ketika memelukmu. sebentar lagi sepertinya langit juga akan melekati udara dengan bulir airnya.

“di sini aku bisa bernapas bebas”, katamu ketika kupersilakan kamu duduk dan kamu memilih tikar untuk mengistirahatkan badan.
kalau lagu-lagu kenangan mengantarkanmu pada kepulangan ingatan, maka berkunjung ke rumahku adalah mengantarkan napas ketenangan bagimu.

riuh isi kepalamu, panas dahimu, meski tetap sumringah senyummu. aku tahu kamu selalu butuh ruang luas untuk menumpahkan luapan cerita. selalu butuh orang nyata untuk dapat ditatap matanya ketika bicara.

kamu bercerita, banyak. aku diam mendengarkan. kamu membaca sesuatu, apa-apa yang selama ini aku simpan. petang itu, kita sama-sama menjadi pendengar untuk cerita-cerita yang terlalu lama kita simpan sendirian.

.

.

“teruslah menulis, agar aku bisa bernafas!”sepotong tulisan untukku terselip di halaman depan bukumu.

terima kasih telah memberiku teman perjalanan kali ini, Liya.

Maret, 2019

Related posts:

Recommendation Systems are a big part of today’s world. Customers may see a lot of available options and not know what to buy. They may be unaware of a product that serves their purpose fully, or…

Views expressed here are those of the author’s and do not necessarily represent or reflect the views of UNICEF. In the past, the term ‘woman’ was used as synonyms for ‘submissiveness’ and…

The Acheulean stone knife appears 1.7 million years ago in southern Africa. It predates the homo genus and was passed down from generation to generation for 1.5 million years. Olorgesailie is one…